Sewaktu duduk di kampus pagi hari pukul 10.00 a.m, aku membawa buku-buku bacaan untuk mengisi kekosongan waktu sambil menunggu ketemuan janji dengan teman. Aku bacalah buku "Sang Waktu" karya Happy S Tjandra, terbitan Gradien Mediautama tahun 2011. Naaaah di dalamnya aku temukan cerita singkat tapi sungguh inspiratif dan membuat bulu kudukku berdiri sambil terharu. Naaah inilah ceritanya.
Begitulah cerita yang singkat dan mengharukan, aku terinspirasi membagikan cerita ini ketika aku melihat temanku sempat berkaca-kaca ketika aku menyuruhnya memnaca cerita ini. Selain itu cerita ini gak bisa ketebak ceritanya (Menurut saya siiih). Selain itu untuk mengisi kepasifan saya dalam dunia bloggers... Salam blogger... :D
Sejak semula, keluarga si cantik tidak menyetujui
hubungannya dengan sang pemuda. Mereka mengajukan alasan mengenai latar
belakang keluarga si pemuda, bahwa jika si cantik memaksa terus bersama sang
pemuda, dia akan menderita seumur hidupnya, penderitaan yang mungkin tak dapat
ia tanggung.
Karena tekanan
dari keluarganya, si cantik jadi sering bertengkar dengan pacarnys. Si cantik
benar-benar mencintainya, dan dia terus-menerus bertanya, “Seberapa besar kamu
mencintaiku?”
Sang pemuda
tidak begitu pandai berbicara, dia selalu membuat si cantik marah. Dan
komentar-komentar dari orangtuanya membuatnya bertambah kesal. Sang pemuda
selalu menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya. Dan sang pemuda selalu
membiarkannya melampiaskan kemarahannya kepadanya. . . .
Setelah
beberapa saat, sang pemuda lulus dari perguruan tinggi. Ia bermaksud meneruskan
kuliahnya ke luar negeri. Tapi sebelum dia pergi, dia melamar si cantik. “Saya
tidak tahu bagaimana mengucapkan kata-kata manis, tapi saya tahu bahwa saya
mencintaimu. Jika kamu setuju, saya ingin menjagamu seumur hidupmu. Mengenai
keluargamu, saya akan berusaha keras untuk meyakinkan mereka agar menyetujui
hubungan kita. Maukah kamu menikah denganku?”
Si cantik
setuju, dan keluarganya setelah melihat usaha dari sang pemuda, akhirnya
merestui hubungan mereka. Sebelum pemuda itu berangkat, mereka bertunangan
terlebih dahulu. Si cantik tetap tinggal di kampung halamannya dan bekerja,
sementara sang pemuda meneruskan kuliahnya di luar negeri.
Mereka
melanjutkan hubungan melalui surat dan telepon. Kadang-kadang timbul kesulitan,
tapi mereka tidak menyerah terhadap keadaan.
Suatu hari,
dalam perjalanan ke tempat perhentian bis sepulang kerja, si cantik tertabrak
mobil hingga tak sadarkan diri. Ketika siuman, dia melihat kedua orangtuanya dan
menyadari betapa beruntungnya dia dapat selamat. Melihat air mata orangtuanya,
dia berusaha untuk menghibur mereka. Tetapi dia menemukan…. Bahwa dia tidak
dapat berbicara sama sekali. Dia bisu. Menurut dokter, kecelakaan tersebut
telah mencederai otaknya, dan itu menyebabkan bisu seumur hidupnya. Mendengar
orangtuanya membujuknya, tapi tidak dapat menjawab sepatah kata pun, si cantik
jatuh pingsan. Sepanjang harinya hanya dapat menangis dan membisu.
Ketika akhirnya
dia boleh pulang dari RS, dia mendapati rumahnya masih seperti sedia kala.
Hanya jika telepon bordering, dia menjadi pilu. Dering telepon telah menjadi
mimpi terburuknya. Dia tidak dapat memberitakan kabar buruk tersebut kepada
pacarnya dan menjadi bebannya. Dia menulis sepucuk surat untuknya,
memberitahukan bahwa dia tidak mau lagi menunggunya. Hubungan di antara mereka
sudah putus, bahkan dia mengembalikan cincin pertunangan mereka.
Mendapat surat
dan telepon dari si pemuda, dia hanya bisa menitikkan air mata….
Ayahnya tidak
tahan melihat penderitaannya, dan memutuskan untuk pindah. Berharap bahwa dia
dapat melupakan segalanya dan menjadi lebih bahagia.
Pindah ke
tempat baru, si cantik mulai belajar bahasa isyarat. Dia berusaha melupakan
sang pemuda. Suatu hari sahabatnya memberitahukan bahwa pemuda itu telah
kembali dan mencarinya ke mana-mana. Dia meminta sahabatnya untuk tidak
memberitahukan di mana dia berada dan menyuruh pemuda itu untuk melupakannya.
Lebih dari
setahun, tidak terdengar lagi kabar pemuda itu sampai akhirnya sahabat si
cantik menyampaikan bahwa sang pemuda akan menikah dan menyerahkan surat
undangan. Dia membuka surat undangan itu dengan hati pedih, dan menemukan
namanya tercantum dalam undangan. Sebelum dia sempat bertanya kepada
sahabatnya, tiba-tiba sang pemuda muncul di hadapannya. Dengan bahasa isyarat
yang kaku, ia menyampaikan bahwa, “Aku telah menghabiskan waktu lebih dari setahun
untuk mempelajar bahasa isyarat, agar dapat memberitahukan kepadamu bahwa aku
belum melupakan janji kita. Berikan aku kesempatan, biarkan aku menjadi
suaramu.
I L O V E Y O U
Melihat bahasa
isyarat tersebut, dan cincin pertunangannya, si cantik akhirnya tersenyum.
Begitulah cerita yang singkat dan mengharukan, aku terinspirasi membagikan cerita ini ketika aku melihat temanku sempat berkaca-kaca ketika aku menyuruhnya memnaca cerita ini. Selain itu cerita ini gak bisa ketebak ceritanya (Menurut saya siiih). Selain itu untuk mengisi kepasifan saya dalam dunia bloggers... Salam blogger... :D