Wednesday, November 2, 2011

Globalisasi Mengikis Nilai Luhur Anak Bangsa


oleh Fadhil Ismi

            Globalisasi merupakan hal yang tak bisa dihindari oleh seluruh kalangan masyarakat. Dimulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga pada orang tua. Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Sedangkan menurut Malcom Waters menyebutkan bahwa “Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran seseorang”. Akibat dari globalisasi ini, banyak dampak positif maupun negatif bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya bagi remaja sebagai agent of change untuk masa depan. Globalisasi akan menjadi pengaruh yang baik karena akan menghasilkan masyarakat yang toleran serta lebih maju dalam kehidupan teknologi. Sedangkan pengaruh buruknya, budaya serta nilai-nilai luhur yang ada di beberapa negara bisa terkikis perlahan akibat dari budaya barat yang masuk dan menjadi acuan gaya hidup suatu bangsa.
Saat ini, bergantung bagaimana cara kita menjalankan hidup di era globalisasi dengan baik dan tetap menjaga nilai luhur budaya. Nilai luhur adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sebagai cara berkehidupan suatu bangsa dengan cara yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Tentu pengertian ini harus diemban oleh seluruh kalangan, khususnya remaja. Mengapa remaja? Karena remaja merupakan seorang individu yang sudah mulai mencari jati dirinya, ingin lebih banyak tahu, masih labil, dan cenderung masih mengutamakan ego. Menurut UNICEF (United Nation Children’s Fund), seorang remaja adalah yang berusia dari 15-24 tahun adalah remaja pada masa yang sangat kritis sebab pada masa ini masalah akan selalu dihadapi, baik dari masalah sosial, keluarga, dan lainnya. Selama periode ini, remaja membentuk maturitas seksual dan menegakkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga.
Pada masa remaja, seseorang sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya karena mulai mencari jati dirinya sebagai seorang remaja yang akan sukses di masa depan. Pengaruh dapat datang dari keluarga, teman, guru, serta orang-orang yang diidolakannya. Remaja saat ini sering berpenampilan ekstrim hanya untuk meniru gaya sang idola. Mereka mengumpulkan uang hingga jutaan rupiah hanya untuk menonton konser sang idola. Hal yang dilakukan tidaklah salah, tetapi alangkah baiknya tidak terlalu berlebihan mengidolakan seseorang sampai menguras jutaan rupiah.  
            Dampak Globalisasi di Indonesia ditandai dengan adanya hilangnya nilai luhur untuk percaya kepada tuhan, budaya, serta moral bangsa. Hal ini ditandai dengan gaya hidup remaja di abad modern ini yang lebih leluasa dalam bertindak. Gaya remaja saat ini dikarenakan kurangnya itikat hati ingin menjadi lebih baik dan kurangnya perhatian orang-orang terdekatnya.
Hilangnya nilai luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa, ditandai dengan perilaku masyarakat saat ini baik remaja maupun dewasa. Misalnya, melanggar peraturan lalu lintas di jalan raya. Sebagian dari mereka hanya mematuhi peratutran lalu lintas saat ada polisi.  Jika tak ada polisi, mereka sering melakukan pelanggaran. Hal tersebut bisa menyebabkan kecelakaan. Contoh lainnya yang kerap terjadi penyalahgunaan media internet,  seperti menonton film porno yang mudah diakses akibat dari kemajuan teknologi. Menonton film porno merupakan hal yang biasa dilakukan sebagian remaja saat ini, bahkan menjadi kebutuhan dalam kehidupan. Padahal dahulu film porno merupakan hal yang tabu bagi orang dewasa apalagi remaja, tetapi saat ini remaja sudah menyalahgunakan kemajuan teknologi seperti internet. Mereka dengan mudah mengakses film porno dengan alat canggih ini. Bahkan, film yang beradegan dewasa ini sudah diputar melalui televisi swasta Nasional pada jam malam hari, misalnya pukul 20.00 WIB. Jika anak di bawah umur menonton hal tersebut tanpa sengaja dan tanpa pengawasan orang tua maka akan timbul rasa penasaran.  Anak tersebut akan terus mencari tahu tentang hal tersebut.  Contoh yang disajikan merupakan sebagian kecil dari fakta yang ada.
Alangkah baiknya jika internet digunakan secara sehat. Menggunakannya sebagai peningkatan kemampuan seperti photosop, Microsoft dll. Mengulas bahan pelajaran di sekolah dan mencari bahan melalui internet. Serta menonton animasi-animasi edukasi yang mudah dicari melalui google hanya dengan member kata kunci.
Remaja-remaja yang mengabaikan nilai luhur kepada Tuhan adalah calon koruptor ataupun penghancur bangsa di masa yang akan datang. Mengapa? karena mereka tak mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, rasa takut kepada Tuhan tak menurani lagi. Mereka lebih takut kepada polisi. Begitu juga, hilangnya nilai kebudayaan bangsa karena globalisasi. Globalisasi telah merubah etika berbudaya dalam negeri kita tercinta. Para remaja wanita mulai mengenakan pakaian serba terbuka, ketat, dan tipis mengadopsi budaya barat. Para lelaki mengenakan pakaian berlapis-lapis dan ditutupi dengan jas. Bukankah hal ini sudah terbalik? sebaiknya  Negara Indonesia tercatat pada tahun 2010 menurut Wikipedia berpenduduk kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam bisa menjaga penampilan dalam berpakaian.
Budaya lain seperti silaturahmi pun akan terkikis perlahan-lahan akibat kemajuan teknologi yang terlalu canggih. Orang-orang sudah sibuk dengan handphone, game di laptop, menonton tv sehingga tidak terjadi interaksi dengan orang lain, baik keluarga maupun masyarakat. Mengingat ke belakang, zaman dahulu ketika kanak-kanak, Saya bermain bersama teman-teman seperti patuk lele, sembunyi-sembunyian, serta permainan daerah lainnya. Kini anak-anak, remaja, sudah meninggalkan warisan permainan ini. Mereka lebih memilih permainan online yang ada di warung internet (warnet). Bahkan dari mereka sampai kecanduan bermain game online dan nekat mencuri uang orang tua, menjual kendaraan dan barang berharga lain di rumahnya hanya untuk bermain game di warnet. Seperti apa jadinya Indonesia? kalau agent of change Indonesia seperti ini.
Selanjutnya, budaya mufakat (Musyawarah) dalam masyarakat pun sudah mulai hilang. Setiap ada permasalahan semuanya diselesaikan di pengadilan dan menyewa pengacara sebagai pembela. Masyarakat rela menghabiskan uang hingga sampai menggadaikan kendaraan agar menang di pengadilan. Padahal ini semua bisa diselesaikan dengan cara musyawarah bersama orang-orang tua di kampong. penyelesaian masalah seperti ini selain gratis juga dapat mempersatukan kembali pihak yang bermasalah.
Globalisasi juga merusak moral bangsa. Hal ini ditandai dengan terjadi perpecahan antara pemuda banyaknya kaum-kaum muda yang bentrok dimana-mana. Perbedaan kesepahaman sehingga menimbulkan rasa iri dan benci. Kesatuan negeri ini sudah mulai rapuh dimana nilai-nilai kehidupan sudah terlupakan akibat lalai di dunia global. Nilai-nilai pancasila, semboyan negara sudah jarang terlihat di daerah perkotaan di Indonesia. Ada saja kejadian-kejadian di Indonesia yang memperlihatkan perpecahan bangsa.
Semboyan negara kita adalah Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kesatuan, meskipun negara dan bangsa Indonesia terdiri dari berbagai unsur dan suku yang beraneka ragam. Semboyan itu merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara hal satu dan hal lain, kesatuan, dan kemajemukan. Keanekaragaman di dalam segala aspek kehidupannya, tidak dilihat sebagai ancaman bagi kesatuan bangsa Indonesia, tetapi justru diharapkan mampu berperan sebagai sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya (Hardono Hadi, 1993:61).
Nilai luhur suatu bangsa ini, bisa dinilai dari cara kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Bisa dilihat dari berbagai macam aspek misalnya di jalan raya. Jalan raya menggambarkan secara jelas bagaimana karakterisitik budaya negara tersebut. Misalnya, tingginya kecelakaan di Indonesia itu semua diawali oleh tingginya pelanggaran yang dibuat oleh si pengendara kendaraan. Di tahun 2010 Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN sebagai negara yang memiliki kasus kecelakaan tertinggi. kecelakaan disebabkan oleh empat faktor yaitu faktor kendaraan sebanyak 2.803 kali kecelakaan, faktor jalan 1.842 kali, faktor lingkungan 577 kali, faktor manusia 35.557 kali, dan faktor lain 1.266 kali. Sangat disayangkan sekali, peringkat ini diborong oleh Negara kita, Indonesia. Tingginya salah satu pelanggaran yang dibuat menunjukkan tingginya pelanggaran-pelanggaran lainnya yang ada di Indonesia.
Indonesia adalah Negara yang kaya. Kaya akan minyak bumi, gas alam, besi, timah serta bahan tambang lainnya, flora dan fauna terjaga kelestariannya, suku  dan budaya yang beragam. Prestasi Indonesia pun baru-baru ini gemilang sekali seperti juara pada lomba-lomba Internasional baik tingkat SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi. Indonesia memang hebat! Tapi apa yang patut dibanggakan atas semua prestasi itu, jika  generasi-generasinya kurang peduli terhadap sesama, tidak adanya nilai-nilai luhur dalam jati diri anak bangsa. Indonesia tidak membutuhkan semua prestasi itu jika hanya membuat Indonesia terkenal di mata dunia. Indonesia saat ini hanya membutuhkan orang “baik” untuk masa depannya. Indonesia kekurangan orang “baik” oleh karena itu untuk menjadi remaja yang baik sangat butuh peran dari orang tua. Orang tua harus mengawasi dan harus lebih pintar dari anak-anaknya. Karena jika kita kalah pintar dari anak, kita yang akan dibodohi oleh anak.  Bimbingan, perhatian, serta penghargaan kepada anak merupakan hal wajib bagi orang tua agar kita semua dapat menyelamatkan Indonesia.
Orang-orang yang duduk di kursi pejabat dulunya pasti bukan orang-orang yang bodoh sehingga nekat melakukan korupsi besar-besaran. Mereka semuanya adalah orang-orang super pintar yang telah menyelesaikan pendidikan hingga S2, S3, bahkan professor. Sebelum menduduki kursi kekuasaan, mereka semua diseleksi ketat. Setelah terpilih mereka disumpah untuk menjaga amanat sebagai pejabat negara untuk memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Tetapi apa yang terjadi? Sumpah sudah menjadi sampah karena hilangnya nilai luhur kepada tuhan.
“Baik” disini memiliki arti luas. Seperti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Indonesia seperti yang terdapat pada UUD 1945, pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Remaja yang baik juga mampu menyesuaikan dirinya kepada globalisasi dan menanggapinya untuk hal-hal positif. Hal-hal positif yang dapat dilakukan sederhana saja belajar melalui internet karena pengetahuan di internet sangat luas dan melalui internet juga kita berkenalan dengan orang-orang dari luar daerah maupun yang ada di luar negeri. Melalui media facebok memungkinkan seluruh penjuru dunia untuk berkenalan satu dan lainnya. Melalui facebook pun kita dapat mempersatukan rasa nasionalisme kepada bangsa kita. Contohnya, saat ini banyak grup yang dibuat melalui facebook untuk menyampaikan gagasan serta opini kita terhadap bangsa kita dan mejadi lebih terbukan untuk member kritik yang membangun kepada negeri ini.
Remaja yang baik dapat menjadi pahlawan bagi bangsa ini, berbeda arti pahlawan dahulu dan sekarang. kalau dulu pahlawan diartikan sebagai seorang pejuang yang rela menumpahkan darah dalam peperangan demi sebuah harapan masa depan. Tetapi sekarang untuk menjadi pahlawan bangsa cukup untuk menjadi generasi yang “baik” saja. Walaupun definisi pahlawan sekarang berbeda dari dulu. Kita sebagai makhluk tuhan hendaknya menjadi remaja yang baik yang menjunjung tinggi nilai-nilai martabat bangsa. Remaja yang baik akan menjadi generasi yang baik dan akan memimpin Indonesia serta pemimpin dunia untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.




Daftar Pustaka
i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=6556
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia



No comments:

Post a Comment